BAB
I
PENDAHULAN
A. Latar
Belakang
Masalah
Dapat dimengerti bahwa kondisi belajar
berpengaruh terhadap pembelajaran. Salah satu faktor penting untuk keberhasilan
pembelajaran adalah terpenuhinya kondisi dan suasana belajar yang optimal.
Tindakan manajemen kelas adalah tindakan yang dilakukan guru dalam rangka
penyediaan kondisi yang optimal agar pembelajaran berlangsung efektif. Tindakan
guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan menyediakan kondisi
lingkungan belajar yang baik, mengatur siswa, mengatur peralatan, dan
lingkungan sosio-emosional.
Sekolah
merupakan wahana pendidikan yang menyediakan tempat terbaik bagi anak untuk
belajar, artinya semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di sekolah
diarahkan pada usaha membuat seluruh peserta didik belajar dalam atmosfir/iklim
belajar yang kondusif. Dari iklim yang kondusif akan memotivasi siswa belajar.
Semakin tinggi motivasi belajar akan semakin baik pula prestasi belajar siswa
tersebut. Oleh karena itu kami akan membahas tentang “Pengaturan Kondisi Kelas dan Pengelolaan Iklim Belajar”.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah pengaturan kondisi kelas untuk proses belajar mengajar?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
3. Bagaimana cara mengajar yang efektif ?
4. Bagaimana menciptakan iklim belajar yang kondusif?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
3. Bagaimana cara mengajar yang efektif ?
4. Bagaimana menciptakan iklim belajar yang kondusif?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengaturan kondisi kelas yang baik untuk proses belajar mengajar.
2. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
3. Untuk
mengetahui cara mengajar yang efektif.
4. Untuk
mengetahui cara menciptakan iklim belajar yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Kelas
1. Kondisi
Situasi Belajar Mengajar
a.
Kondisi Fisik
Lingkungan fisik tempat belajar
memberikan pengaruh terhadap hasil belajar anak. Guru harus dapat menciptakan
lingkungan yang membantu perkembangan pendidikan peserta didik.
· Ruangan
Tempat Berlangsungnya Pembelajaran
Ruangan pembelajaran harus
memungkinkan para peserta didik dapat bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan,
sehingga tidak saling mengganggu satu sama lainnya pada saat terjadi aktivitas
pembelajaran. Besarnya ruangan kelas sangat bergantung kepada berbagai hal
antara lain :
(1.) Jenis kegiatan (kegiatan pertemuan tatap muka
klasikal dalam kelas atau bekerja di ruang praktikum).
(2.) Jumlah
siswa yang melakukan kegiatan ( kegiatan bersama secara klasikal atau kegiatan
dalam kelompok kecil).
Ruang belajar yang merupakan
tempat siswa dan guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar meliputi ruang
kelas,ruang laboratorium, dan ruang auditorium (Dirjen PUOD dan Dirjen
Dikdasmen, 1996 : 45).
· Ruang
Kelas
Kelas adalah tempat bagi para
siwa untuk tumbuh dan berkembangnya potensi intelektual dan emosional.
Syarat Ruang kelas yang baik diantaranya :
1.
Rapi, bersih, sehat, tidak lembab
2.
Cukup cahaya yang menerangi
3.
Sirkulasi udara cukup
4.
Perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya,
dan ditata dengan rapi
5.
Jumlah siswa lebih dari 40 orang
· Perlengkapan
Kelas
Perlengkapan yang harus ada
dan diperlukan di kelas meliputi : papan tulis, dan penghapusnya, meja dan
kursi guru, meja dan kusi siswa, almari kelas, jadwal pelajaran, papan absensi,
daftar piket kelas, kalender pendidikan, gambar residen dan wakil presiden
serta lambang Garuda Pancasila, tempat cuci tangan dan lap tangan, tempat
sampah, sapu lidi, sapu ijuk, dan sapu bulu ayam, gambar-gambar, alat peraga
dan kapur atau spidol.
· Pengaturan
Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk akan
mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran. Beberapa kemungkinan
pengaturan tempat duduk seperti di bawah ini.
a)
Pola Berderet atau Barbaris-Berbanjar
Umumnya tempat duduk
siswa diatur menurut tinggi pendeknya siswa. Siswa yang tinggi duduk di sebelah
belakang, sedangkan siswa yang pendek duduk di depan. Pada situasi tertentu,
misalnya jika ada siswa yang tidak dapat melihat jarak jauh atau pendengarannya
kurang, atau jika banyak yang berbuat gaduh, siswa tersebut didudukkan di
deretan paling depan tanpa menghiraukan tinggi badannya. Tipe pengaturan tempat
duduk seperti ini tampaknya sangat cocok untuk pengajaran formal. Semua siswa
duduk di belakang yang pendek duduk di depan. Tempat duduk seperti ini juga
memudahkan siswa atau guru bergerak dari deretan satu ke deretan yang lain.
Namun demikian terdapat kelemahan-kelemahan dari pengaturan tempat duduk
seperti ini yaitu mengurangi keleluasaan belajar siswa. Posisi guru membuat
dirinya mempunyai otoritas mutlak dan memberikan pengaruh langsung yang besar
kepada siswa. Akhirnya, siswa menjadi terlalu tergantung, tidak ada kegiatan
kerja kelompok yang dapat dilakukan dan komunikasi antarsiswa menjadi terbatas.
b) Pola susunan Berkelompok
Pola ini mengatur
tempat duduk siswa secara berkelompok. Cara ini memungkinkan siswa dapat
berkomunikasi dengan mudah satu sama lain dan dapat berpindah dari satu
kelompok ke kelompok lainnya secara bebas. Pola ini memudahkan siswa untuk
bekerja sama dan saling menolong satu sama lain sebagai teman sebaya.
Kepemimpinan dan kerja sama merupakan dua unsur yang penting dari hubungan
kelas, sebagai akibat dari pengaturan tempat duduk seperti ini. Bila tujuan
pembelajaran atau guru menghendaki para siswa mengerjakan tugas secara
berkelompok atau memecahkan masalah secara bersama-sama, susunan pengaturan
tempat duduk berkelompok ini akan lebih tepat. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pola pengaturan tempat duduk berkelompok adalah bahwa setiap kelompok
harus ada seorang pemimpinnya. Namun, sebaiknya pemimpin kelompok diatur secara
bergiliran sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk memimpin. Dalam
situasi ini otoritas guru berperan dalam posisi terdesentralisasi. Guru hanya
memberikan bimbingan kepada siswa.
c) Pola Formasi Tapal Kuda
Pola ini menempatkan
posisi guru berada di tengah-tengah para siswanya. Pola semacam ini dapat
dipakai jika pelajaran banyak memerlukan diskusi antarsiswa atau dengan guru.
Posisi guru dalam pengaturan tempat seperti ini terpisah dari kelompok namun
kelompok tetap dalam pengawasan guru. Pengaturan formasi tapal kuda memberikan
kemudahan kepada para siswa untuk saling berkomunikasi dan bekonsultasi.
Tambahan pula tanpa banyak membuang waktu pengaturan seperti ini dapat diubah
menjadi pola berkelompok atau formasi kelompok kecil, begitu juga sebaliknya.
d) Pola Lingkaran atau Persegi
Pola pengaturan tempat
duduk lingkaran atau persegi baik juga untuk mengajar yang disajikan dengan
metode diskusi. Berbeda dari pola tapal kuda, otoritas guru sama sekali tidak
terpusat dan kepemimpinan formal tidak berperan sama sekali. Hakikatnya dalam
pola lingkaran atau persegi biasanya tidak ada pemimpin kelompok. Bila ada yang
harus direkam atau dicatat, bentuk ini adalah sangat tepat. Seandainya ada
suatu kegiatan atau alat yang harus ditunjukkan atau diperagakan, kegiatan atau
alat itu dapat diletakkan di tengah-tengah sehingga mudah dilihat dan
dikomentari oleh semua siswa. Siswa pola-pola pengaturan tempat duduk tersebut
di atas, ada pola lain yang tidak membatasi ruang gerak siswa baik secara
individual maupun secara kelompok. Hal ini dapat terjadi, misalnya ada siswa
yang harus belajar di ruang baca, di perpustakaan, atau di ruang praktikum.
Dengan demikian perlu ada tempat-tempat khusus, di mana siswa dengan siapa saja
dan di mana saja dapat belajar dengan baik. Dalam hal ini, yang penting adalah
para siswa di berbagai lokasi tempat mereka berada. Kemungkinan pola-pola
pengaturan tempat duduk tersebut dapat digambarkan atau diilustrasikan.
· Ventilasi
dan Pengaturan Cahaya
Suhu, ventilasi dan penerangan
(kendatipun guru sulit mengaturnya karena sudah tersedia) adalah asset penting
untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu, ventilasi harus
cukup menjamin kesehatan siswa. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan
cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik sehingga semua
dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung O2.
Siswa harus dapat melihat tulisan dengan jelas, baik tulisan di papan tulis,
pada papan bulletin, maupun pada buku bacaan. Kapur tulis yang digunakan
sebaiknya kapur yang bebas dari debu dan selalu bersih. Cahaya harus datang
dari sebelah kiri dan cukup terang tetapi tidak menyilaukan.
· Pengaturan
Penyimpanan Barang-Barang
Barang-barang hendaknya
disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan
dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar. Barang–barang yang karena nilai
praktisnya tinggi dan dapat disimpan di ruang kelas seperti buku pelajaran,
pedoman kurikulum, kartu pribadi, dan sebagainya, hendaknya ditempatkan
sedemikian rupa sehingga barang-barang tersebut segera dapat dipergunakan.
Tentu saja masalah pemeliharaan barang-barang tersebut sangat penting dan
secara berkala harus dicek. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah
pengamanan barang-barang tersebut dari pencurian dan pengamanan terhadap barang
yang mudah meledak atau terbakar. Alat pengaman harus selalu tersedia, seperti
alat pemadaman kebakaran, P3K, dan sebagainya.
Hal lain yang perlu
diperhatikan juga dalam penciptaan lingkungan adalah kebersihan dan kerapatan.
Ruang kelas, papan tulis, meja, kursi, rak buku, tempat untuk menyimpan
peralatan harus selalu rapi dan bersih. Kebersihan meninggalkan ruangan kelas
yang kotor adalah hal yang tidak baik. Oleh karena itu, guru seyogyanya membuat
peraturan yang mengatur kelompok kerja yang membersihkan ruangan, menyiapkan
kapur tulis, mengganti taplak meja, dan sebagainya. Guru membagi dan membuat
tanggung jawab pengaturan kondisi fisik itu menjadi milik siswa di kelas
tersebut, dan tidak hanya milik guru. Siswa harus turut aktif dalam membuat
keputusan mengenal tata ruang, dekorasi, dan sebagainya.
b.
Kondisi Sosio Emosional
Kondisi sosio-emosional akan mempunyai
pengaruh yang cukup esar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan siswa,
dan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran.
· Tipe
Kepemimpinan Guru, artinya adalah fungsi yang melekat pada guru ketika berda
dalam kelas. Gaya apa yang muncul ketika guru melaksanakan peran sebagai
pemimpin dalam pembelajaran di kelas. Apakah gaya otoriter segala sesuatunya
diatur dan diarahkan oleh sendiri dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk
terlibat didalamnya, atau gaya demokrasi dimana terjadi proses timbal balik
antara guru dan murid sesuai dengan peranannya masing-masing.
· Sikap
guru, sikap yang diperlihatkan oleh guru di depan kelas atau di luar kelas yang
akan mempengaruhi mod anak, apakah anak merasa tertarik dengan sikapguru atau
malah tidak tertarik. Sikap yang baik sebagai seorang guru, bapak/ibu, kakak,
orang dewasa yang memberikan bimbingan tentunya adalah hal yang paling baik
diperlihatkan.
· Pembinaan
hubungan baik, hubungan antara guru dengan murid harus dibangun berdasarkan
fungsi masing-masing dalam konteks belajar mengajar di kelas, akan tetapi
apabila memungkinkan dapat juga dibangun sifat-sifat kekeluargaan dan keakraban
yang menyebabkan siswa merasa nyaman dan aman berhubungan seperti dengan ibu
dan bapaknya di rumah.
c. Kondisi
Organisasional
Kegiatan rutin secara organisasional
dilakukan baik tingkat kelas maupun tingkat sekolah akan memcegah timbulya
masalah dalam pengelolaan kelas.
· Pergantian
pelajaran, ketika terjadi pergantian dalam pelajaran harus disikapi oleh guru
karena dalam proses ini ada jeda (kekosongan) yang memungkinkan terjadinya
interaksi yang tidak diharapkan dari siswa dengan siswa lainnya. Perlu disikapi
dengan arif bahwa ketika mengakhiri pelajaran guru tidak terlalu cepat karena
guru selanjutnya apakah sudah tiba dan apabila belum maka masa jeda itu terlalu
lama.
· Guru
berhalangan hadir, guru yang berhalangan hadir akan menyebabkan terjadinya
kekosongan dalam proses belajar mengajar. Untuk menghindari terjadinya
keributan atau perilaku-perilaku yang tidak diharapkan dari siswa seperti
berlarian kesana kemari mengganggu kelas lain, dan menimbulkan kerusakan pada
fasilitas kelas, maka guru piket harus paham apa yang terjadi dan mempersiapkan
diri untuk menutup ketidakhadiran tersebut.
· Masalah
antar siswa, masalah antar siswa biasanya terjadi karena kondisi emosional yang
tidak terkendali dan terorganisasikan oleh guru. Guru harus memahami
karakteristik dan potensi siswa sehingga dapat dipahami keseluruhan perilaku
masing-masing dan menekan mnculnya konflik diantaranya.
· Upacara
bendera, pada saat upacara bendera siswa harus diorganisasikan berdasarkan
tingkatan kelas sehingga mereka dapat tertib mengikuti kegiatan upacara
bendera.
· Kegiatan
lain, kesehatan dan kehadiran siswa, penyampaian informasi dari sekolah kepada
guru dan siswa, peraturan sekolah yang baru, kegiatan rekreasi dan sosial.
d. Kondisi
Administrasi Teknik
Kondisi administrasi teknik akan turut
mempengaruhi manajemen pembelajaran di dalam kelas.
· Daftar
presensi, kerapian, kebersihan dan keteraturan daftar presensi akan memberikan
dukungan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Keterdukungan dari sisi
keteraturan dalam presensi akan memberikan efek psikologis terhadap siswa
karena terjadi keadilan dalam perlakuan.
· Ruang
bimbingan siswa, ruang bimbingan siswa diarahkan untuk memberikan batuan pada
siswa yang secara emosional memiliki masalah. Hal terpenting dari ruang
bimbingan adalah bagaimana ruang tersebut tidak menimbulkan ketakutan ketika
harus berhubungan dengan guru disana.
· Tempat
baca, tempat baca merupakan bagian dari fasilitas yang memberikan kesempatan
bagi siswa untuk berinteraksi dengan kawan-kawannya, dengan fasilitas dan guru.
· Tempat
sampah, tempat sampah yang bersih ditempatkan di tempat yang tepat dan tidak
mengganggu kegiatan belajar maupun bermain siswa, akan memberikan dukungan
terhadap pencapaian tujuan pembelajaran di kelas. Bau sampah, berserakan
dimana-mana, siswa tidak mengetahui tempat penyimpanan sampah atau karena tidak
ada tempat sampah akan berakibat buruk pada kondisi sosio-emosional dan fisik
siswa.
· Catatan
pribadi siswa, catatan pribadi adalah alat berinteraksi guru dengan siswanya.
Perlakuan-perlakuan khusus yang dibutuhkan untuk masing-masing siswa dapat
dilihat dari catatan-catan tentang
siswa.
B. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Belajar
a) Faktor
Intern adalah kondisi internal daris siwa itu sendiri seperti kondisi jasmaniah
siswa, apakah secara fisik siswa dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Kondisi psikologis, apakah siswa tidak sedang mengalami atau merasakan adanya
masalah, sehingga mengganggu konsentrasinya, kondisi kelelahan.
· Jasmaniah
; faktor-faktor kesehatan atau kelainan fungsi pada tubuh jasmaniah siswa akan
memberikan pengaruh terhadap kegiatan belajar yang diikutinya.
· Psikologis
; intelegensi, perhatian, minat bakat, motif, kematangan, kesiapan.
· Kelelahan
; kelelahan baik jasmaniah maupun rohaniah akan memberikan pengaruh buruk
terhadap proses dan hasil belajar anak.
b) Faktor
Ekstern adalah unsur lingkungan luar dari diri siswa itu sendiri.
Kondisi-kondisi dalam keluarganya di rumah, keadaan sekolah, dan kondisi
masyarakat sekitar rumah dan sekolah akan memberikan pengaruh terhadap
konsentrasi dan kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
C. Mengajar
yang Efektif
Mengajar adalah membimbing siswa agar
mereka mengalami proses belajar. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang
dapat membawa belajar yang efektif. Prinsip mengajar yang efektif :
· Konteks,
meliputi 1) dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara dinamis dan
kuat. 2) terdiri dari pengalaman aktual dan konkret. 3) pengalaman konkret yang
dinamis merupakan alat untuk menyusun pengetian, bersifat sederhana, dan
pengalaman itu dapat ditiru untuk diulangi.
· Fokus,
untuk mencapai pembelajaran yang efektif, harus dipilih fokus yang memiliki
ciri-ciri; 1) memobilisasi tujuan. 2) memberi bentuk dan uniformitas pada
belajar. 3) mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan
penemuan.
· Sosialisasi,
kondisi sosial pada suatu kelas banyak sekali pengaruhnya terhadap proses
belajar yang sedang berlangsung di kelas tersebut.
· Individualisasi,
dalam mengorganisasikan kelas guru haru harus memperhatikan taraf kesanggupan
siswa dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat
dilakukan dengan baik.
· Urutan,
bila hendak mencapai belajar yang otentik, organisasi rangkaian atau urutan
dari belajar dengan penuh makna harus dapat sendirinya bermakna pula.
· Evaluasi,
sebagai suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan hasil-hasil pelajaran
yang dapat dicapai dan dapat memberi laporan tentang siswa kepada siswa itu
sendiriserta kepada orang tuanya dan kita pelaku pembelajaran.
D.
Penciptaan
Iklim Belajar
v Pengertian
Iklim Belajar
Ada beberapa istilah yang
kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan kata climate, yang diterjemahkan dengan iklim, seperti feel, atmosphere, tone, dan
environment. Dalam konteks ini, istilah iklim kelas digunakan untuk
mewakili kata-kata tersebut di atas dan kata-kata lain seperti learning environment, group climate dan classroom environment.
Bloom
(1964) mendefinisikan iklim dengan kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari luar
yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi peserta
didik. Hoy dan Forsyth (1986) mengatakan bahwa iklim kelas adalah
organisasi sosial informal dan aktivitas guru kelas yang secara spontan
mempengaruhi tingkah laku.
Di samping
itu, Hoy dan Miskell (1982) mengatakan bahwa iklim merupakan kualitas dari
lingkungan (kelas) yang terus menerus dialami oleh guru-guru, mempengaruhi
tingkah laku, dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku mereka.
Selanjutnya, Hoy dan Miskell (1982) menambahkan bahwa istilah iklim
seperti halnya kepribadian pada manusia. Artinya, masing-masing
kelas mempunyai ciri (kepribadian) yang tidak sama dengan kelas-kelas yang
lain, meskipun kelas itu dibangun dengan fisik dan bentuk atau arsitektur yang
sama. Moos (1979) juga menambahkan bahwa iklim kelas seperti halnya
manusia, ada yang sangat berorientasi pada tugas, demokratis, formal,
terbuka, atau tertutup.
Dengan
berdasar pada beberapa pengertian iklim dan atau iklim kelas di atas, maka
dapat dipahami bahwa iklim kelas adalah segala situasi yang muncul akibat
hubungan antara guru dan peserta didik atau hubungan antarpeserta didik yang
menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses belajar-mengajar.
Situasi di sini dapat dipahami sebagai beberapa skala (scales) yang dikemukakan
oleh beberapa ahli dengan istilah seperti kekompakan (cohesiveness),
kepuasan (satisfaction), kecepatan (speed), formalitas (formality), kesulitan
(difficulty), dan demokrasi (democracy) dari kelas.
v Penciptaan Kelas yang Kondusif
Kelas
adalah lingkungan sosial bagi anak/siswa, dimana di dalam kelas terjadi proses
interaksi baik siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Di dalam kelas juga
terjadi kontak secara fisik dimana siswapun akan berhubungan dengan segala
fasilitas yang ada di dalam kelas. Oleh karena itu kelas harus di desain
sedemikian rupa oleh guru sehingga kelas merupakan lingkungan yang menyenangkan
bagi siswa dalam tugas dan peranannya di dalam kelas sebagai peserta didik dan
tugas serta peranannya dalam perkembangan fisik maupun emosionalnya.
Oleh
karena itu kelas harus memenuhi syarat-syarat yang menggambarkan sebagai kelas
yang baik dan menyenangkan:
· Kelas
itu harus rapi, bersih, sehat dan tidak lembab.
· Kelas
harus memiliki/memperoleh cukup cahaya yang menerangi.
· Sirkulasi
udara dari dalam dan luar kelas harus cukup.
· Perabot
dalam keadaan baik, cukup jumlahnya dan ditata dengan rapi.
· Jumlah
siswa tidak melebihi dari 40 orang.
Kelas
nyaman meliputi:
· Penataan
ruang kelas, kelas menjadi teras nyaman sebagai tempat untuk belajar dan
bermain bagi siswa bila ruangan kelas tertata dengan rapi. Penempatan setiap
fasilitas dalam kelas mengikuti asas estetis (keindahan) dan asas safety
(keamanan).
· Penataan
perabot kelas, kelas yang nyaman dimana perabot kelas yang dimiliki tida harus
mahal akan tetapi perabot tersebut ditempatkan pada tempat yang tepat sehingga
tidak mengganggu kegiatan belajar dari sisi kebersihan terjaga dengan baik,
serta tidak menimbulkan rasa tidak aman bagi siswa.
Prinsip-prinsip pengelolaan kelas
yang dapat mendukung terciptanya iklim belajar yang kondusif yaitu:
· Tehangatan dan keantusiasan
· Tantangan
· Bervariasi
· Keluwesan
· Penekananan pada hal-hal yang
positif
·
penanaman
disiplin.
Kehangatan dan keantusiasan guru
dapat mempermudah terciptanya iklim kelas yang menyenangkan yang merupakan
salah satu syarat bagi kegiatan belajar mengajar yang optimal.
Penggunaan kata-kata, tindakan, atau
bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga
mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
Penggunaan alat atau media, gaya
mengajar, dan interaksi belajar mengajar yang bervariasi merupakan kunci
tercapainya pengelolaan kelas yang efektif yang sekaligus dapat menghindari
kejenuhan.
Keluesan tingkah laku guru dalam
mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan
siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
Pada dasarnya dalam mengajar dan
mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan
perhatian siswa pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif,
yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang
positif dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk
menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
Pengembangan disiplin diri sendiri
oleh siswa merupakan tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Untuk itu, guru harus
selalu mendorong siswa untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru
sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengendalian diri dan
pelaksanaan tanggung jawab.
Iklim kelas yang dapat mendorong
proses pembelajaran yang efektif, yaitu: menyenangkan, mengasikkan,
mencerdaskan, menguatkan, menghidupkan, dan memberi kebebasan.
Menyenangkan terkait dengan aspek
afektif (perasaan). Guru harus berani mengubah iklim dari suka ke bisa. Guru
harus memilki jiwa pendidik; bersikap ramah, suka tersenyum, berkomunikasi
dengan santun dan patut, adil terhadap semua siswa, dan senanatiasa sabar
menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
Mengasyikkan terkait dengan perilaku
(learning to do). Guru hendaknya dapat mengundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi
pembelajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif.
Untuk itu, guru harus menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui
tema-tema yang menarik yang dekat dengan kehidupan siswa. Rancangan
pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus
dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh guru.
Mencerdaskan bukan hanya terkait
dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple
intelegency). Pemberdayaan otak kiri dan otak kanan harus dicermati dalam
proses pembelajaran. Pilihlah tema yang dapat mengajak anak bukan hanya sekedar
berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke dalam mata pelajaran
sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak. Inilah yang merupakan tujuan
utama dari fundamen pendidikan ke-cakapan hidup (life skill).
Menguatkan terkait dengan proses 3 M
sebelumnya. Jika anak senang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang
diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian anak” yang menguatkan mereka
sebagai pembelajar. Anak-anak yang memiliki pribadi yang kuatlah yang
diharapkan bangsa kita untuk mengatasi dan keluar dari berbagai kemelut multidimensi
dan dapat menyongsong era globalisasi.
Pengaturan lingkungan belajar sangat
diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan
emosionalnya.
Lingkungan belajar yang memberi
kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk
terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena
itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah
sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan
sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Prakarsa anak untuk belajar (the
will to learn) akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam aturan
yang tak ada kaitannya dengan belajar, sebagaimana ditemukan dalam paradigma behavioristik.
Banyaknya aturan yang seringkali dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak
akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti
rasa bersalah. Lebih jauh lagi, anak-anak akan kehilangan kebebasan berbuat dan
melakukan kontrol diri (Kontrol diri, dalam hal ini, bisa menjadi modal awal
penumbuhan penghargaan pada keragaman).
Prasarat
dalam mengembangkan perancangan sarana fisik dan perlengkapan kelas tergantung
pada empat faktor yaitu :
1) Aspek
fungsional
Dilihat
dari kesesuaian dengan kebutuhan akan ruang, memperhatikan norma kenyamanan
dari pandangan arsitektur dan kaidah internasional, serta terhindar dari
kebisingan dan kegiatan yang membutuhkan ketenangan di sekitar kelas.
2) Aspek
konstruksi
Memiliki
keterpenuhan dan pemanfaatan bahan lokal yang berkualitas yang dapat ditangani
oleh pekerja lokal, memenuhi tuntutan kekhasan bangunan lokal, dapat dipadukan
dengan bahan modern dalam upaya memenuhi kebutuhan jangka panjang dan
pemeliharaan yang murah serta pemilihan metode konstruksi dan bahan yang tahan
terhadap gangguan dan kerusakan alam.
3) Estetika
Memiliki
kesesuaian dengan kebutuhan ruang yang layak untuk kemanusiaan, terintegrasi
secara visual dengan masyarakatnya, menarik bagi peserta belajar dan masyarakat
untuk mengambil manfaat keberadaannya serta mempertimbangkan secara sempurna
tuntutan arsitektur.
4) Pembiayaan
Masih
dalam batas pertimbangan kebutuhan arsitektur baik dilihat dari biaya per unit,
biaya persatuan peserta pelajar.
v Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran
Aldridge,
2002 (dalam Rosyada, 2004:167) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitias
pembelajaran, seorang guru harus mengembangkan berbagai perlakuan:
(1) Guru harus mampu menciptakan situasi kelas yang tenang,
bersih, tidak stress, dan sangat mendukung untuk pelaksanaan proses
pembelajaran;
(2) Guru harus menyediakan peluang bagi para siswa untuk
mengakses seluruh bahan dan sumber informasi untuk belajar;
(3) Gunakan model cooperative learning (belajar secara
kooperatif) melalui diskusi dalam kelompok-kelompok kecil, debat, atau bermain
peran;
(4)
Hubungkan informasi baru pada sesuatu yang sudah diketahui oleh siswa, sehingga
mudah untuk mereka pahami;
(5) Dorong siswa untuk mengerjakan tugas-tugas penulisan
makalahnya dan dalam kajian yang mendalam;
(6) Guru harus memiliki
catatan-catatan kemajuan dari semua proses pembelajaran siswa, termasuk
tugas-tugas individual dan kelompok mereka dalam bentuk portofolio.
De Porter
(2004:67) menyatakan dalam menciptakan lingkungan yang optimal, baik secara
fisik maupun mental untuk belajar diantaranya:
(1)
perabot, jenis dan penataan,
(2)
pencahayaan,
(3) musik,
(4)
visual-poster, gambar, papan pengumuman,
(5)
penempatan persediaan,
(6)
temperatur,
(7) taman,
(8)
kenyamanan,
(9)
suasana hati secara umum
.
Iklim pembelajaran yang diciptakan
dari lingkungan belajar yang tepat adalah:
(1) ciptakan suasana nyaman dan
santai,
(2) gunakan musik supaya terasa
santai, terjaga, dan siap untuk berkonsentrasi,
(3) gunakan pengingat-pengingat
visual untuk mempertahankan sikap positif,
(4) berintraksilah dengan lingkungan
Anda untuk menjadi pelajar yang lebih baik (De Porter, 2004:65).
Iklim belajar membawa dampak terhadap perkembangan anak. Kurt Lewin dan Ronal Lippit (1939) dalam Nasution (2004:135) meneliti mengenai perbedaan iklim demokratis dan otokrasi dalam pembelajaran. Mereka menyimpulkan bahwa:
Iklim belajar membawa dampak terhadap perkembangan anak. Kurt Lewin dan Ronal Lippit (1939) dalam Nasution (2004:135) meneliti mengenai perbedaan iklim demokratis dan otokrasi dalam pembelajaran. Mereka menyimpulkan bahwa:
(1) Iklim otokrasi lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam
bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim demokrasi terdapat suasana kerja sama,
pujian terhadap sesama teman, saran-saran konstruktif, dan kesediaan menerima
buah pikiran orang lain;
(2) Iklim otokrasi lebih ditonjolkan diri sendiri, soal
’aku’, sedangkan dalam iklim demokrasi adalah suasana ke-’kita’-an;
(3) Suasana oktokrasi, adanya pimpinan yang kuat menghalangi
orang lain untuk memegang pimpinan, sedangkan dalam iklim demokrasi beda status
sosial pimpinan dan yang dipimpin kecil sekali sehingga pada suatu saat setiap
orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia memiliki kelebihan;
(4) Idividualitas muris berkembang dalam iklim demokrasi
sedangkan perkembangan tertekan dalam iklim otokrasi;
(6) Dalam iklim otokrasi tindakan kelompok bukan tertuju
kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang anak didik sebab anak didik
mudah dijadikan kambing hitam, secara potensial setiap anak didik dapat menjadi
saingan atau lawan anak didik lainnya.
v Upaya untuk pengelolaan iklim
belajar yang baik dan mengatasi kejenuhan belajar.
Faktor internal:
1.
Melakukan istirahat dan mengonsumsi
makanan dn minuman yang bergizi dengan takaran yang seimbang
2.
Pengubahan atau penjadwalan kembali
jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar
lebih giat
3.
Memberikan motivasi baru agar siswa
merasa terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya
4.
Lakukan belajar dengan keadaan
senang dan kreatif
5.
Anggaplah belajar itu sebagai
kebutuhan yang mendesak
6.
Lakukan diskusi kelompok
Faktor
eksternal:
1.
Lingkungan,
Lingkungan Alami
Lingkungan Alami
Berada pada
keadaan lingkungan yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam
keadaan udara yang panas dan pengap. Lingkungan sekolah yang baik adalah
lingkungan yang banyak ditanami taanaman atau pepohonan sehingga udara di
sekitar sekolah terasa sejuk. Jika suatu sekolah miskin tanaman di sekitarnya
akan membuat suhu udara di sekolah tersebut akan terasa panas , siswa tidak
betah belajar di dalam kelas sehingga membuat konsentrasi menurun dan mereka
merasa gelisah dan ingin segera keluar dari kelas.
Lingkungan Sosial Budaya
Sekolah yang
letaknya tidak strategis dapat membuat siswa-siswanya cepat merasa jenuh dengan
proses belajar mengajar. Seperti sekolah yang berada dekat pasar, pabrik, atau
jalan raya yang suasananya selalu bising.
2.
Sarana dan Fasilitas
Para siswa
tidak akan semangat dalam belajar jika sarana dan fasilitas yang diberikan dari
pihak sekolahnya sangatlah kurang. Seperti salah satu contoh adalah gedung
sekolah yang tidak memadai untuk proses belajar mengajar.
Hal ini
membuat siswa tidak nyaman apalagi jika setiap kelas jumlah siswanya banyak
sehingga kelas terasa penuh sesak.
3.
Guru
Yang menjadi
masalah sampai saat ini adalah masih banyak guru-guru yang menggunakan pola
mengajar yang tradisional yaitu hanya mengajar dengan menggunakan metode
ceramah dan bersifat satu arah yaitu guru berbicara sedangkan murid hanya
mendengarkan. Sebaknya dalam memberikan materi pelajaran, guru dapat
menerangkan materi dengan menarik, misalnya membuat variasi dalam mengajar
yaitu membuat permainan yang mendidik di tengah-tengah pelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan kelas yang dapat mendukung
terciptanya atmosfir belajar yang kondusif yaitu: kehangatan dan keantusiasan,
tantangan, bervariasi, keluwesan, penekananan pada hal-hal yang positif, dan
penanaman disiplin. Iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang
efektif, yaitu: menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan, menguatkan,
menghidupkan, dan memberi kebebasan.
B. Saran
Atmosfir atau iklim yang tercipta dalam
interaksi belajar mengajar di kelas memegang peranan penting dalam menstimulasi
dan mempertahankan keterlibatan siswa dalam belajar. Karena itu, guru perlu
menciptakan iklim belajar yang dapat membangkitkan komunikasi dan interaksi dalam
kelas sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Rukmana dan Asep Suryana. (2006). Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI Press
Agustin, Mubiar. (2011).
Permasalahan
Belajar dan Inovasi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Astria,
Nikha. 2010. “penciptaan Iklim Belajar” (Online), dalam http://nikhaastria.wordpress.com. (Diakses tanggal 24 Februari
2014)
As-Syamil.
2012. “Pengaturan Kondisi dan Penciptaan Iklim Belajar yang Menunjang”
(Online), dalam http://myblogassyamil.blogspot.com/2012/02/pengaturan-kondisi-dan-penciptaan-iklim.html, (di akses
tanggal 11 april 2014)
Kamulyan, S. Mulyadi. (2014). Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UMS Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar