Minggu, 08 Juni 2014

Nih makalah manajemen kelas

BAB I
PENDAHULAN

A.  Latar Belakang Masalah
       Dapat dimengerti bahwa kondisi belajar berpengaruh terhadap pembelajaran. Salah satu faktor penting untuk keberhasilan pembelajaran adalah terpenuhinya kondisi dan suasana belajar yang optimal. Tindakan manajemen kelas adalah tindakan yang dilakukan guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar pembelajaran berlangsung efektif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan menyediakan kondisi lingkungan belajar yang baik, mengatur siswa, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.
       Sekolah merupakan wahana pendidikan yang menyediakan tempat terbaik bagi anak untuk belajar, artinya semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di sekolah diarahkan pada usaha membuat seluruh peserta didik belajar dalam atmosfir/iklim belajar yang kondusif. Dari iklim yang kondusif akan memotivasi siswa belajar. Semakin tinggi motivasi belajar akan semakin baik pula prestasi belajar siswa tersebut. Oleh karena itu kami akan membahas tentang “Pengaturan Kondisi Kelas dan Pengelolaan Iklim Belajar”.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah pengaturan kondisi kelas  untuk proses belajar mengajar?
2.  Apa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
3.  Bagaimana cara mengajar yang efektif ?
4.  Bagaimana menciptakan iklim belajar yang kondusif?
C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengaturan kondisi kelas yang baik untuk proses belajar mengajar.
2.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
3.    Untuk mengetahui cara mengajar yang efektif.
4.    Untuk mengetahui cara menciptakan iklim belajar yang baik.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Kondisi Kelas
1.    Kondisi Situasi Belajar Mengajar
a.    Kondisi Fisik
        Lingkungan fisik tempat belajar memberikan pengaruh terhadap hasil belajar anak. Guru harus dapat menciptakan lingkungan yang membantu perkembangan pendidikan peserta didik.
·      Ruangan Tempat Berlangsungnya Pembelajaran
   Ruangan pembelajaran harus memungkinkan para peserta didik dapat bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan, sehingga tidak saling mengganggu satu sama lainnya pada saat terjadi aktivitas pembelajaran. Besarnya ruangan kelas sangat bergantung kepada berbagai hal antara lain :
(1.)  Jenis kegiatan (kegiatan pertemuan tatap muka klasikal dalam kelas atau bekerja di ruang praktikum).
(2.) Jumlah siswa yang melakukan kegiatan ( kegiatan bersama secara klasikal atau kegiatan dalam kelompok kecil).
   Ruang belajar yang merupakan tempat siswa dan guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar meliputi ruang kelas,ruang laboratorium, dan ruang auditorium (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996 : 45).
·      Ruang Kelas
   Kelas adalah tempat bagi para siwa untuk tumbuh dan berkembangnya potensi intelektual dan emosional.
Syarat Ruang kelas yang baik diantaranya :
1.      Rapi, bersih, sehat, tidak lembab
2.      Cukup cahaya yang menerangi
3.      Sirkulasi udara cukup
4.      Perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya, dan ditata dengan rapi
5.      Jumlah siswa lebih dari 40 orang
·      Perlengkapan Kelas
   Perlengkapan yang harus ada dan diperlukan di kelas meliputi : papan tulis, dan penghapusnya, meja dan kursi guru, meja dan kusi siswa, almari kelas, jadwal pelajaran, papan absensi, daftar piket kelas, kalender pendidikan, gambar residen dan wakil presiden serta lambang Garuda Pancasila, tempat cuci tangan dan lap tangan, tempat sampah, sapu lidi, sapu ijuk, dan sapu bulu ayam, gambar-gambar, alat peraga dan kapur atau spidol.
·      Pengaturan Tempat Duduk
   Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran. Beberapa kemungkinan pengaturan tempat duduk seperti di bawah ini.
a)    Pola Berderet atau Barbaris-Berbanjar
          Umumnya tempat duduk siswa diatur menurut tinggi pendeknya siswa. Siswa yang tinggi duduk di sebelah belakang, sedangkan siswa yang pendek duduk di depan. Pada situasi tertentu, misalnya jika ada siswa yang tidak dapat melihat jarak jauh atau pendengarannya kurang, atau jika banyak yang berbuat gaduh, siswa tersebut didudukkan di deretan paling depan tanpa menghiraukan tinggi badannya. Tipe pengaturan tempat duduk seperti ini tampaknya sangat cocok untuk pengajaran formal. Semua siswa duduk di belakang yang pendek duduk di depan. Tempat duduk seperti ini juga memudahkan siswa atau guru bergerak dari deretan satu ke deretan yang lain. Namun demikian terdapat kelemahan-kelemahan dari pengaturan tempat duduk seperti ini yaitu mengurangi keleluasaan belajar siswa. Posisi guru membuat dirinya mempunyai otoritas mutlak dan memberikan pengaruh langsung yang besar kepada siswa. Akhirnya, siswa menjadi terlalu tergantung, tidak ada kegiatan kerja kelompok yang dapat dilakukan dan komunikasi antarsiswa menjadi terbatas.
 b)   Pola susunan Berkelompok
          Pola ini mengatur tempat duduk siswa secara berkelompok. Cara ini memungkinkan siswa dapat berkomunikasi dengan mudah satu sama lain dan dapat berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya secara bebas. Pola ini memudahkan siswa untuk bekerja sama dan saling menolong satu sama lain sebagai teman sebaya. Kepemimpinan dan kerja sama merupakan dua unsur yang penting dari hubungan kelas, sebagai akibat dari pengaturan tempat duduk seperti ini. Bila tujuan pembelajaran atau guru menghendaki para siswa mengerjakan tugas secara berkelompok atau memecahkan masalah secara bersama-sama, susunan pengaturan tempat duduk berkelompok ini akan lebih tepat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pola pengaturan tempat duduk berkelompok adalah bahwa setiap kelompok harus ada seorang pemimpinnya. Namun, sebaiknya pemimpin kelompok diatur secara bergiliran sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk memimpin. Dalam situasi ini otoritas guru berperan dalam posisi terdesentralisasi. Guru hanya memberikan bimbingan kepada siswa.
c)    Pola Formasi Tapal Kuda
          Pola ini menempatkan posisi guru berada di tengah-tengah para siswanya. Pola semacam ini dapat dipakai jika pelajaran banyak memerlukan diskusi antarsiswa atau dengan guru. Posisi guru dalam pengaturan tempat seperti ini terpisah dari kelompok namun kelompok tetap dalam pengawasan guru. Pengaturan formasi tapal kuda memberikan kemudahan kepada para siswa untuk saling berkomunikasi dan bekonsultasi. Tambahan pula tanpa banyak membuang waktu pengaturan seperti ini dapat diubah menjadi pola berkelompok atau formasi kelompok kecil, begitu juga sebaliknya.
d)   Pola Lingkaran atau Persegi
          Pola pengaturan tempat duduk lingkaran atau persegi baik juga untuk mengajar yang disajikan dengan metode diskusi. Berbeda dari pola tapal kuda, otoritas guru sama sekali tidak terpusat dan kepemimpinan formal tidak berperan sama sekali. Hakikatnya dalam pola lingkaran atau persegi biasanya tidak ada pemimpin kelompok. Bila ada yang harus direkam atau dicatat, bentuk ini adalah sangat tepat. Seandainya ada suatu kegiatan atau alat yang harus ditunjukkan atau diperagakan, kegiatan atau alat itu dapat diletakkan di tengah-tengah sehingga mudah dilihat dan dikomentari oleh semua siswa. Siswa pola-pola pengaturan tempat duduk tersebut di atas, ada pola lain yang tidak membatasi ruang gerak siswa baik secara individual maupun secara kelompok. Hal ini dapat terjadi, misalnya ada siswa yang harus belajar di ruang baca, di perpustakaan, atau di ruang praktikum. Dengan demikian perlu ada tempat-tempat khusus, di mana siswa dengan siapa saja dan di mana saja dapat belajar dengan baik. Dalam hal ini, yang penting adalah para siswa di berbagai lokasi tempat mereka berada. Kemungkinan pola-pola pengaturan tempat duduk tersebut dapat digambarkan atau diilustrasikan.
·      Ventilasi dan Pengaturan Cahaya
   Suhu, ventilasi dan penerangan (kendatipun guru sulit mengaturnya karena sudah tersedia) adalah asset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu, ventilasi harus cukup menjamin kesehatan siswa. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik sehingga semua dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung O2. Siswa harus dapat melihat tulisan dengan jelas, baik tulisan di papan tulis, pada papan bulletin, maupun pada buku bacaan. Kapur tulis yang digunakan sebaiknya kapur yang bebas dari debu dan selalu bersih. Cahaya harus datang dari sebelah kiri dan cukup terang tetapi tidak menyilaukan.
·      Pengaturan Penyimpanan Barang-Barang
   Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar. Barang–barang yang karena nilai praktisnya tinggi dan dapat disimpan di ruang kelas seperti buku pelajaran, pedoman kurikulum, kartu pribadi, dan sebagainya, hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga barang-barang tersebut segera dapat dipergunakan. Tentu saja masalah pemeliharaan barang-barang tersebut sangat penting dan secara berkala harus dicek. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengamanan barang-barang tersebut dari pencurian dan pengamanan terhadap barang yang mudah meledak atau terbakar. Alat pengaman harus selalu tersedia, seperti alat pemadaman kebakaran, P3K, dan sebagainya.
   Hal lain yang perlu diperhatikan juga dalam penciptaan lingkungan adalah kebersihan dan kerapatan. Ruang kelas, papan tulis, meja, kursi, rak buku, tempat untuk menyimpan peralatan harus selalu rapi dan bersih. Kebersihan meninggalkan ruangan kelas yang kotor adalah hal yang tidak baik. Oleh karena itu, guru seyogyanya membuat peraturan yang mengatur kelompok kerja yang membersihkan ruangan, menyiapkan kapur tulis, mengganti taplak meja, dan sebagainya. Guru membagi dan membuat tanggung jawab pengaturan kondisi fisik itu menjadi milik siswa di kelas tersebut, dan tidak hanya milik guru. Siswa harus turut aktif dalam membuat keputusan mengenal tata ruang, dekorasi, dan sebagainya.



b.    Kondisi Sosio Emosional
        Kondisi sosio-emosional akan mempunyai pengaruh yang cukup esar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan siswa, dan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran.
·      Tipe Kepemimpinan Guru, artinya adalah fungsi yang melekat pada guru ketika berda dalam kelas. Gaya apa yang muncul ketika guru melaksanakan peran sebagai pemimpin dalam pembelajaran di kelas. Apakah gaya otoriter segala sesuatunya diatur dan diarahkan oleh sendiri dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk terlibat didalamnya, atau gaya demokrasi dimana terjadi proses timbal balik antara guru dan murid sesuai dengan peranannya masing-masing.
·      Sikap guru, sikap yang diperlihatkan oleh guru di depan kelas atau di luar kelas yang akan mempengaruhi mod anak, apakah anak merasa tertarik dengan sikapguru atau malah tidak tertarik. Sikap yang baik sebagai seorang guru, bapak/ibu, kakak, orang dewasa yang memberikan bimbingan tentunya adalah hal yang paling baik diperlihatkan.
·      Pembinaan hubungan baik, hubungan antara guru dengan murid harus dibangun berdasarkan fungsi masing-masing dalam konteks belajar mengajar di kelas, akan tetapi apabila memungkinkan dapat juga dibangun sifat-sifat kekeluargaan dan keakraban yang menyebabkan siswa merasa nyaman dan aman berhubungan seperti dengan ibu dan bapaknya di rumah.
c.    Kondisi Organisasional
     Kegiatan rutin secara organisasional dilakukan baik tingkat kelas maupun tingkat sekolah akan memcegah timbulya masalah dalam pengelolaan kelas.
·      Pergantian pelajaran, ketika terjadi pergantian dalam pelajaran harus disikapi oleh guru karena dalam proses ini ada jeda (kekosongan) yang memungkinkan terjadinya interaksi yang tidak diharapkan dari siswa dengan siswa lainnya. Perlu disikapi dengan arif bahwa ketika mengakhiri pelajaran guru tidak terlalu cepat karena guru selanjutnya apakah sudah tiba dan apabila belum maka masa jeda itu terlalu lama.
·      Guru berhalangan hadir, guru yang berhalangan hadir akan menyebabkan terjadinya kekosongan dalam proses belajar mengajar. Untuk menghindari terjadinya keributan atau perilaku-perilaku yang tidak diharapkan dari siswa seperti berlarian kesana kemari mengganggu kelas lain, dan menimbulkan kerusakan pada fasilitas kelas, maka guru piket harus paham apa yang terjadi dan mempersiapkan diri untuk menutup ketidakhadiran tersebut.
·      Masalah antar siswa, masalah antar siswa biasanya terjadi karena kondisi emosional yang tidak terkendali dan terorganisasikan oleh guru. Guru harus memahami karakteristik dan potensi siswa sehingga dapat dipahami keseluruhan perilaku masing-masing dan menekan mnculnya konflik diantaranya.
·      Upacara bendera, pada saat upacara bendera siswa harus diorganisasikan berdasarkan tingkatan kelas sehingga mereka dapat tertib mengikuti kegiatan upacara bendera.
·      Kegiatan lain, kesehatan dan kehadiran siswa, penyampaian informasi dari sekolah kepada guru dan siswa, peraturan sekolah yang baru, kegiatan rekreasi dan sosial.
d.   Kondisi Administrasi Teknik
     Kondisi administrasi teknik akan turut mempengaruhi manajemen pembelajaran di dalam kelas.
·      Daftar presensi, kerapian, kebersihan dan keteraturan daftar presensi akan memberikan dukungan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Keterdukungan dari sisi keteraturan dalam presensi akan memberikan efek psikologis terhadap siswa karena terjadi keadilan dalam perlakuan.
·      Ruang bimbingan siswa, ruang bimbingan siswa diarahkan untuk memberikan batuan pada siswa yang secara emosional memiliki masalah. Hal terpenting dari ruang bimbingan adalah bagaimana ruang tersebut tidak menimbulkan ketakutan ketika harus berhubungan dengan guru disana.
·      Tempat baca, tempat baca merupakan bagian dari fasilitas yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan kawan-kawannya, dengan fasilitas dan guru.
·      Tempat sampah, tempat sampah yang bersih ditempatkan di tempat yang tepat dan tidak mengganggu kegiatan belajar maupun bermain siswa, akan memberikan dukungan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran di kelas. Bau sampah, berserakan dimana-mana, siswa tidak mengetahui tempat penyimpanan sampah atau karena tidak ada tempat sampah akan berakibat buruk pada kondisi sosio-emosional dan fisik siswa.
·      Catatan pribadi siswa, catatan pribadi adalah alat berinteraksi guru dengan siswanya. Perlakuan-perlakuan khusus yang dibutuhkan untuk masing-masing siswa dapat dilihat dari catatan-catan tentang  siswa.
B.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
a)    Faktor Intern adalah kondisi internal daris siwa itu sendiri seperti kondisi jasmaniah siswa, apakah secara fisik siswa dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kondisi psikologis, apakah siswa tidak sedang mengalami atau merasakan adanya masalah, sehingga mengganggu konsentrasinya, kondisi kelelahan.
·      Jasmaniah ; faktor-faktor kesehatan atau kelainan fungsi pada tubuh jasmaniah siswa akan memberikan pengaruh terhadap kegiatan belajar yang diikutinya.
·      Psikologis ; intelegensi, perhatian, minat bakat, motif, kematangan, kesiapan.
·      Kelelahan ; kelelahan baik jasmaniah maupun rohaniah akan memberikan pengaruh buruk terhadap proses dan hasil belajar anak.
b)   Faktor Ekstern adalah unsur lingkungan luar dari diri siswa itu sendiri. Kondisi-kondisi dalam keluarganya di rumah, keadaan sekolah, dan kondisi masyarakat sekitar rumah dan sekolah akan memberikan pengaruh terhadap konsentrasi dan kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.

C.  Mengajar yang Efektif
          Mengajar adalah membimbing siswa agar mereka mengalami proses belajar. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar yang efektif. Prinsip mengajar yang efektif :
·      Konteks, meliputi 1) dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara dinamis dan kuat. 2) terdiri dari pengalaman aktual dan konkret. 3) pengalaman konkret yang dinamis merupakan alat untuk menyusun pengetian, bersifat sederhana, dan pengalaman itu dapat ditiru untuk diulangi.
·      Fokus, untuk mencapai pembelajaran yang efektif, harus dipilih fokus yang memiliki ciri-ciri; 1) memobilisasi tujuan. 2) memberi bentuk dan uniformitas pada belajar. 3) mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan penemuan.
·      Sosialisasi, kondisi sosial pada suatu kelas banyak sekali pengaruhnya terhadap proses belajar yang sedang berlangsung di kelas tersebut.
·      Individualisasi, dalam mengorganisasikan kelas guru haru harus memperhatikan taraf kesanggupan siswa dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat dilakukan dengan baik.
·      Urutan, bila hendak mencapai belajar yang otentik, organisasi rangkaian atau urutan dari belajar dengan penuh makna harus dapat sendirinya bermakna pula.
·      Evaluasi, sebagai suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan hasil-hasil pelajaran yang dapat dicapai dan dapat memberi laporan tentang siswa kepada siswa itu sendiriserta kepada orang tuanya dan kita pelaku pembelajaran.

D.      Penciptaan Iklim Belajar
v Pengertian Iklim Belajar
            Ada beberapa istilah yang kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan kata climate, yang diterjemahkan dengan iklim, seperti feel, atmosphere, tone, dan environment.  Dalam konteks ini, istilah iklim kelas digunakan untuk mewakili kata-kata tersebut di atas dan kata-kata lain seperti learning environment, group climate dan classroom environment.
Bloom (1964) mendefinisikan iklim dengan kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi peserta didik.   Hoy dan Forsyth (1986) mengatakan bahwa iklim kelas adalah organisasi sosial informal dan aktivitas guru kelas yang secara spontan mempengaruhi tingkah laku.
Di samping itu, Hoy dan Miskell (1982) mengatakan bahwa iklim merupakan kualitas dari lingkungan (kelas) yang terus menerus dialami oleh guru-guru, mempengaruhi tingkah laku, dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku mereka.  Selanjutnya, Hoy dan Miskell (1982) menambahkan bahwa istilah  iklim  seperti halnya  kepribadian pada manusia.  Artinya, masing-masing kelas mempunyai ciri (kepribadian) yang tidak sama dengan kelas-kelas yang lain, meskipun kelas itu dibangun dengan fisik dan bentuk atau arsitektur yang sama.  Moos (1979) juga menambahkan bahwa iklim kelas seperti halnya manusia, ada yang sangat berorientasi pada  tugas, demokratis, formal, terbuka, atau tertutup.
Dengan berdasar pada beberapa pengertian iklim dan atau iklim kelas di atas, maka dapat dipahami bahwa iklim kelas adalah segala situasi yang muncul akibat hubungan antara guru dan peserta didik atau hubungan antarpeserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses belajar-mengajar.  Situasi di sini dapat dipahami sebagai beberapa skala (scales) yang dikemukakan oleh  beberapa ahli dengan istilah seperti kekompakan (cohesiveness), kepuasan (satisfaction), kecepatan (speed), formalitas (formality), kesulitan (difficulty), dan demokrasi (democracy) dari kelas.
v Penciptaan Kelas yang Kondusif
       Kelas adalah lingkungan sosial bagi anak/siswa, dimana di dalam kelas terjadi proses interaksi baik siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Di dalam kelas juga terjadi kontak secara fisik dimana siswapun akan berhubungan dengan segala fasilitas yang ada di dalam kelas. Oleh karena itu kelas harus di desain sedemikian rupa oleh guru sehingga kelas merupakan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa dalam tugas dan peranannya di dalam kelas sebagai peserta didik dan tugas serta peranannya dalam perkembangan fisik maupun emosionalnya.
Oleh karena itu kelas harus memenuhi syarat-syarat yang menggambarkan sebagai kelas yang baik dan menyenangkan:
·      Kelas itu harus rapi, bersih, sehat dan tidak lembab.
·      Kelas harus memiliki/memperoleh cukup cahaya yang menerangi.
·      Sirkulasi udara dari dalam dan luar kelas harus cukup.
·      Perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya dan ditata dengan rapi.
·      Jumlah siswa tidak melebihi dari 40 orang.
Kelas nyaman meliputi:
·      Penataan ruang kelas, kelas menjadi teras nyaman sebagai tempat untuk belajar dan bermain bagi siswa bila ruangan kelas tertata dengan rapi. Penempatan setiap fasilitas dalam kelas mengikuti asas estetis (keindahan) dan asas safety (keamanan).
·      Penataan perabot kelas, kelas yang nyaman dimana perabot kelas yang dimiliki tida harus mahal akan tetapi perabot tersebut ditempatkan pada tempat yang tepat sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar dari sisi kebersihan terjaga dengan baik, serta tidak menimbulkan rasa tidak aman bagi siswa.
Prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dapat mendukung terciptanya iklim  belajar yang kondusif yaitu:
·       Tehangatan dan keantusiasan
·      Tantangan
·      Bervariasi
·      Keluwesan
·      Penekananan pada hal-hal yang positif
·      penanaman disiplin.
Kehangatan dan keantusiasan guru dapat mempermudah terciptanya iklim kelas yang menyenangkan yang merupakan salah satu syarat bagi kegiatan belajar mengajar yang optimal.
Penggunaan kata-kata, tindakan, atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar, dan interaksi belajar mengajar yang bervariasi merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif yang sekaligus dapat menghindari kejenuhan.
Keluesan tingkah laku guru dalam mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
Pengembangan disiplin diri sendiri oleh siswa merupakan tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Untuk itu, guru harus selalu mendorong siswa untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab.
Iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif, yaitu: menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, menguatkan, menghidupkan, dan memberi kebebasan.
Menyenangkan terkait dengan aspek afektif (perasaan). Guru harus berani mengubah iklim dari suka ke bisa. Guru harus memilki jiwa pendidik; bersikap ramah, suka tersenyum, berkomunikasi dengan santun dan patut, adil terhadap semua siswa, dan senanatiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
Mengasyikkan terkait dengan perilaku (learning to do). Guru hendaknya dapat mengundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembelajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Untuk itu, guru harus menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang menarik yang dekat dengan kehidupan siswa. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh guru.
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelegency). Pemberdayaan otak kiri dan otak kanan harus dicermati dalam proses pembelajaran. Pilihlah tema yang dapat mengajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan ke-cakapan hidup (life skill).
Menguatkan terkait dengan proses 3 M sebelumnya. Jika anak senang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar. Anak-anak yang memiliki pribadi yang kuatlah yang diharapkan bangsa kita untuk mengatasi dan keluar dari berbagai kemelut multidimensi dan dapat menyongsong era globalisasi.
Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya.
Lingkungan belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Prakarsa anak untuk belajar (the will to learn) akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar, sebagaimana ditemukan dalam paradigma behavioristik. Banyaknya aturan yang seringkali dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah. Lebih jauh lagi, anak-anak akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan kontrol diri (Kontrol diri, dalam hal ini, bisa menjadi modal awal penumbuhan penghargaan pada keragaman).

Prasarat dalam mengembangkan perancangan sarana fisik dan perlengkapan kelas tergantung pada empat faktor yaitu :
1)   Aspek fungsional
Dilihat dari kesesuaian dengan kebutuhan akan ruang, memperhatikan norma kenyamanan dari pandangan arsitektur dan kaidah internasional, serta terhindar dari kebisingan dan kegiatan yang membutuhkan ketenangan di sekitar kelas.
2)   Aspek konstruksi
Memiliki keterpenuhan dan pemanfaatan bahan lokal yang berkualitas yang dapat ditangani oleh pekerja lokal, memenuhi tuntutan kekhasan bangunan lokal, dapat dipadukan dengan bahan modern dalam upaya memenuhi kebutuhan jangka panjang dan pemeliharaan yang murah serta pemilihan metode konstruksi dan bahan yang tahan terhadap gangguan dan kerusakan alam.
3)   Estetika
Memiliki kesesuaian dengan kebutuhan ruang yang layak untuk kemanusiaan, terintegrasi secara visual dengan masyarakatnya, menarik bagi peserta belajar dan masyarakat untuk mengambil manfaat keberadaannya serta mempertimbangkan secara sempurna tuntutan arsitektur.
4)   Pembiayaan
Masih dalam batas pertimbangan kebutuhan arsitektur baik dilihat dari biaya per unit, biaya persatuan peserta pelajar.

v Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Aldridge, 2002 (dalam Rosyada, 2004:167) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitias pembelajaran, seorang guru harus mengembangkan berbagai perlakuan:
(1) Guru harus mampu menciptakan situasi kelas yang tenang, bersih, tidak stress, dan sangat mendukung untuk pelaksanaan proses pembelajaran;
(2) Guru harus menyediakan peluang bagi para siswa untuk mengakses seluruh bahan dan sumber informasi untuk belajar;
(3) Gunakan model cooperative learning (belajar secara kooperatif) melalui diskusi dalam kelompok-kelompok kecil, debat, atau bermain peran;
(4) Hubungkan informasi baru pada sesuatu yang sudah diketahui oleh siswa, sehingga mudah untuk mereka pahami;
(5) Dorong siswa untuk mengerjakan tugas-tugas penulisan makalahnya dan dalam kajian yang mendalam;
(6) Guru harus memiliki catatan-catatan kemajuan dari semua proses pembelajaran siswa, termasuk tugas-tugas individual dan kelompok mereka dalam bentuk portofolio.

De Porter (2004:67) menyatakan dalam menciptakan lingkungan yang optimal, baik secara fisik maupun mental untuk belajar diantaranya:
(1) perabot, jenis dan penataan,
(2) pencahayaan,
(3) musik,
(4) visual-poster, gambar, papan pengumuman,
(5) penempatan persediaan,
(6) temperatur,
(7) taman,
(8) kenyamanan,
(9) suasana hati secara umum
.
Iklim pembelajaran yang diciptakan dari lingkungan belajar yang tepat adalah:
(1) ciptakan suasana nyaman dan santai,
(2) gunakan musik supaya terasa santai, terjaga, dan siap untuk berkonsentrasi,
(3) gunakan pengingat-pengingat visual untuk mempertahankan sikap positif,
(4) berintraksilah dengan lingkungan Anda untuk menjadi pelajar yang lebih baik (De Porter, 2004:65).
Iklim belajar membawa dampak terhadap perkembangan anak. Kurt Lewin dan Ronal Lippit (1939) dalam Nasution (2004:135) meneliti mengenai perbedaan iklim demokratis dan otokrasi dalam pembelajaran. Mereka menyimpulkan bahwa:
(1) Iklim otokrasi lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim demokrasi terdapat suasana kerja sama, pujian terhadap sesama teman, saran-saran konstruktif, dan kesediaan menerima buah pikiran orang lain;
(2) Iklim otokrasi lebih ditonjolkan diri sendiri, soal ’aku’, sedangkan dalam iklim demokrasi adalah suasana ke-’kita’-an;
(3) Suasana oktokrasi, adanya pimpinan yang kuat menghalangi orang lain untuk memegang pimpinan, sedangkan dalam iklim demokrasi beda status sosial pimpinan dan yang dipimpin kecil sekali sehingga pada suatu saat setiap orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia memiliki kelebihan;
(4) Idividualitas muris berkembang dalam iklim demokrasi sedangkan perkembangan tertekan dalam iklim otokrasi;
(6) Dalam iklim otokrasi tindakan kelompok bukan tertuju kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang anak didik sebab anak didik mudah dijadikan kambing hitam, secara potensial setiap anak didik dapat menjadi saingan atau lawan anak didik lainnya.

v  Upaya untuk pengelolaan iklim belajar yang baik dan mengatasi kejenuhan belajar.
Faktor internal:
1.    Melakukan istirahat dan mengonsumsi makanan dn minuman yang bergizi dengan takaran yang seimbang
2.    Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat
3.    Memberikan motivasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya
4.    Lakukan belajar dengan keadaan senang dan kreatif
5.    Anggaplah belajar itu sebagai kebutuhan yang mendesak
6.    Lakukan diskusi kelompok
Faktor eksternal:
1.    Lingkungan,
Lingkungan Alami
     Berada pada keadaan lingkungan yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan yang banyak ditanami taanaman atau pepohonan sehingga udara di sekitar sekolah terasa sejuk. Jika suatu sekolah miskin tanaman di sekitarnya akan membuat suhu udara di sekolah tersebut akan terasa panas , siswa tidak betah belajar di dalam kelas sehingga membuat konsentrasi menurun dan mereka merasa gelisah dan ingin segera keluar dari kelas.
Lingkungan Sosial Budaya
     Sekolah yang letaknya tidak strategis dapat membuat siswa-siswanya cepat merasa jenuh dengan proses belajar mengajar. Seperti sekolah yang berada dekat pasar, pabrik, atau jalan raya yang suasananya selalu bising.

2.    Sarana dan Fasilitas
     Para siswa tidak akan semangat dalam belajar jika sarana dan fasilitas yang diberikan dari pihak sekolahnya sangatlah kurang. Seperti salah satu contoh adalah gedung sekolah yang tidak memadai untuk proses belajar mengajar.
     Hal ini membuat siswa tidak nyaman apalagi jika setiap kelas jumlah siswanya banyak sehingga kelas terasa penuh sesak.

3.    Guru
     Yang menjadi masalah sampai saat ini adalah masih banyak guru-guru yang menggunakan pola mengajar yang tradisional yaitu hanya mengajar dengan menggunakan metode ceramah dan bersifat satu arah yaitu guru berbicara sedangkan murid hanya mendengarkan. Sebaknya dalam memberikan materi pelajaran, guru dapat menerangkan materi dengan menarik, misalnya membuat variasi dalam mengajar yaitu membuat permainan yang mendidik di tengah-tengah pelajaran.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
     Pengelolaan kelas yang dapat mendukung terciptanya atmosfir belajar yang kondusif yaitu: kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekananan pada hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin. Iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif, yaitu: menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan, menguatkan, menghidupkan, dan memberi kebebasan.

B.        Saran
     Atmosfir atau iklim yang tercipta dalam interaksi belajar mengajar di kelas memegang peranan penting dalam menstimulasi dan mempertahankan keterlibatan siswa dalam belajar. Karena itu, guru perlu menciptakan iklim belajar yang dapat membangkitkan komunikasi dan interaksi dalam kelas sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Ade Rukmana dan Asep Suryana. (2006). Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI Press
Agustin, Mubiar. (2011). Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran. Bandung:  Refika Aditama.
Astria, Nikha. 2010. “penciptaan Iklim Belajar” (Online), dalam http://nikhaastria.wordpress.com. (Diakses tanggal 24 Februari 2014)
As-Syamil. 2012. “Pengaturan Kondisi dan Penciptaan Iklim Belajar yang Menunjang” (Online), dalam http://myblogassyamil.blogspot.com/2012/02/pengaturan-kondisi-dan-penciptaan-iklim.html, (di akses tanggal 11 april 2014)
Kamulyan, S. Mulyadi. (2014). Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UMS Press